Featured

BANYUWANGI, DUNIA LAIN DI SUNRISE OF JAVA

by - November 08, 2017

Hallo guys. Usai Ujian Tengah Semester yang penuh kepenatan dan tekanan di kampus (walaupun saya menyempatkan berlibur selama UTS (baca: MELANCONG ISENG KE CURUG CILEMBER)), saya bersama teman saya, Kicay, telah berencana menghilangkan penat dengan berlibur menuju Banyuwangi jauh sebelum UTS diadakan. 


Awalnya, kami berangkat pukul 10.15 menggunakan kereta ekonomi Gaya Baru Malam Selatan di stasiun Pasar Senen. Kereta yang kami naiki, seharga Rp104.000 saja dengan durasi 14 jam perjalanan, dengan tujuan ke Surabaya Gubeng. Dengan 14 jam perjalanan tersebut, kereta kami tiba di Surabaya pada pukul 1 malam.


Kemudian kami lanjutkan perjalanan kami dengan kereta seharga Rp56.000, yakni kereta Probowangi yang berhenti di stasiun Karangasem, Banyuwangi. Perjalanan memakan waktu dari jam 4 hingga 11 siang.

Sebelumnya, kami pernah singgah ke Banyuwangi sebentar untuk menyebrang ke Bali. Banyuwangi memang dikenal hanya sebagai kota singgah, tetapi kami penasaran dengan Banyuwangi yang memiliki keajaiban yang lebih dari sekedar kota persinggahan (baca: BACKPACKERAN KE SURGA (JOGJA-LOMBOK)).

Sesampainya di Banyuwangi, kami menyewa motor di Tripoli Tour & Travel. Saat kami di Tripoli, kesan pertama tempat penyewaan tersebut mirip bengkel. Lokasi tempatnya di depan terminal Blambangan. Kami di sana menyewa motor X Ride karena bisa digunakan di berbagai macam medan. Harga motor yang kami sewa adalah Rp80.000. Di sana juga menyediakan penyewaan masker untuk pendakian Ijen yang penuh blerang nantinya.


Setelah itu, kami memboking hotel Anda yang hanya berjarak 500 meter dari tempat penyewaan motor. Di sana juga, saya bertemu dengan wistawan asal Singapura bernama Fattan, ia lebih lama daripada kami di Banyuwangi dan telah keliling-keliling Banyuwangi.

Pada sore harinya, kami berjalan-jalan menuju pantai Boom. Di sana, kamu bisa melihat pemandangan pantai yang berhadapan langsung dengan pulau Bali. Harga masuk ke sana cuma Rp5.000/orang. Selain itu, di sana terdapat banyak tempat nongkrong sambil menikmati pemandangan pantai.



Bagian terpenting dalam perjalanan ini adalah ke gunung Ijen. Menuju Gunung Ijen, kami berangkat dari hotel jam setengah 11 malam. Kami tiba di pos pertama dan membayar registrasi masuk sebesar Rp5.000/orang untuk wisatawan lokal, sedangkan wisatawan mancanegara harus membayar Rp100.000.

Selama perjalanan, kami mendaki bersama seorang pelancong dari Koln, Jerman. Ia bernama Aime, yang berketurunan Prancis. Pendakian kami penuh dengan becanda dan mengajari Aime bahasa Indonesia dan Jawa agar ia paham berkomunikasi dengan orang lokal.


Kami bertiga (Saya, Kicay dan Aime) memulai pendakian pada saat jalur pendakian di buka, yakni pukul 1 malam. Kami mendaki dengan durasi 1.30 menit untuk mengejar blue fire yang sangat langka di dunia. Selama mendaki, di sana terdapat penyediaan "taksi" berupa trolley bagi yang kurang mampu mendaki, dan harus merogoh kocek sebesar Rp150.000.


Blue fire yang ada di gunung Ijen adalah hal langka, sebab hanya ada dua di dunia. Pertama ada di Ijen dan kedua berada di Islandia. Blue fire sendiri adalah api yang mengeluarkan asap sulfat (blerang), itulah sebabnya sangat diwajibkan untuk mendaki menggunakan masker.


Di dekat kawah Ijen yang penuh dengan asap-asap blerang, kami sudah empot-empotan karena kami bertiga adalah perokok. Namun yang membuat kami terkejut kagum adalah para pengangkut belerang di kawah Ijen. Para pengangkut ini menaiki gunung Ijen dan membawa blerang yang sangat berat di tengah-tengah asap sulfat yang menggebu-gebu, bahkan mereka masih bisa merokok di dalam pekerjaannya. Paru-paru perokok mungkin bisa dikatakan mustahil untuk melalui ini, namun tidak bagi para pekerja tambang belerang.



Usai dari sana, kami turun dari Ijen pukul 6 pagi. Kami turun dan berpisah dengan Aime, sebab dia ingin ke Bali setelah dari Ijen.

***

Setelah kami beristirahat di penginapan selama 2 jam karena lelah dari gunung Ijen, kami melanjutkan petulangan kami ke Taman Nasional Baluran.

Perjalanan kami menuju Taman Nasional Baluran memakan waktu 2 jam perjalanan menggunakan motor. Kami melewati pelabuhan Ketapang yang biasa digunakan untuk penyeberangan ke Bali. Selama perjalanan juga di hiasi pemandangan-pemandangan yang tidak kalah menarik.

Oh iya, Taman Nasional Baluran ini sebenarnya tidak berada di Banyuwangi. Lokasi Taman Nasional Baluran berada di Kabupaten Situbondo.


Setelah tiba di Taman Nasional Baluran, kami harus membayar tiket masuk sebesar Rp15.000/orang untuk wisatawan lokal, sedangkan bagi wisatawan mancanegara harus membayar Rp150.000/orang. Untuk masuk menggunakan kendaraan, untuk motor kamu perlu membayar Rp5.000, mobil Rp10.000 dan bus Rp50.000.

Ketika kamu membeli tiket, untuk masuk ke dalam Taman Nasional Baluran kamu harus menghadapi jalanan rusak parah selama perjalanan. Entah jalanan rusak ini karena terlantar oleh pemerintah (dan pengelola) atau memang jadi penghias kesan selama perjalanan yang dikelilingi hutan yang bernuansa Afrika.


Taman Nasional Baluran ini sendiri memiliki tempat-tempat tersendiri, seperti Evergreen (Hutan Tropis), Bekol (Padang Rumput / Savana). dan Bama (Pesisir). Lokasi tempat-tempat tersebut sangatlah jauh, terhitung bisa 7-9 kilometer. Bisa dibayangkan jauhnya ditambah dengan kondisi jalanan yang rusak kan? Sehingga, perjalanan dari pintu masuk ke Bekol memakan waktu kurang-lebih setengah jam.

Taman Nasional ini menjadi ekosistem bagi hewan-hewan liar yang bisa merasakan kebebasan. Di sini terdapat berbagai jenis hewan liar seperti rusa, simpanse, banteng, monyet dan lain-lain.


Dalam setiap perjalanan, kami menemukan banyak monyet bertebaran. Pada saat kami hendak pulang, kami rehat di pintu masuk-keluar Taman Nasional Baluran. Ada orang lain yang sedang makan roti, dan diperhatikan terus oleh seekor monyet jantan yang berjarak 5-7 meter di depan mereka. Orang tersebut memberikan potongan rotinya kepada monyet tersebut, sehingga monyet tersebut memakannya, tetapi rombongan monyet lainnya datang dan menyerbu kami dan orang tersebut. 


Sialnya, kami tunggang langgang kabur berlarian. Kami butuh waktu mengusir mereka bersama petugas yang datang menolong kami, sebab motor kami dikerubuti oleh kawanan monyet tersebut. creepy banget!


***

Setelah itu, kami pulang penginapan untuk persiapan kembali ke Jakarta. Perjalanan kali ini, seperti menemukan dunia lain yang unik di belahan timur Jawa. Jadi bagi kamu yang ingin melihat keindahan alam yang berbeda dan murah, kamu tidak ada salahnya untuk berjalan-jalan ke Banyuwangi, the sunrise of Java.

You May Also Like

0 komentar