Featured

TERDAMPAR DI SURGA KECIL TERSEMBUNYI DI UTARA BANTEN

by - April 10, 2018


Hallo guys! Di seling-seling ujian tengah semester ini, lagi-lagi saya pergi keluar dari kepenatan dan kemumetan saya karena ujian yang menyerang kejiwaan saya (UTS semester lalu, saya juga menyempatkan liburan ke Banyuwangi (Baca Artikel: BANYUWANGI, DUNIA LAIN DI SUNRISE OF JAVA) dan Cilember (Baca Artikel: MELANCONG ISENG KE CURUG CILEMBER)). Maka dari itu, saya melakukan backpackeran kembali bersama Backpacker Tangerang ke Pulau Tunda, Serang. Dan ini adalah trip pertama saya sebagai anggota dari Backpacker Tangerang.

Pulau Tunda ini adalah pulau kecil di utara kota Serang. Tempat wisata yang disediakan berupa open trip dari Serang. Namun, kami tidak full open trip, karena kami pergi untuk backpackeran dengan budget seminimal mungkin, dan tidur seada-adanya. Langsung saja...

Awalnya saya bersama rombongan Backpacker Tangerang yang berbasis di Kalideres, kumpul 3 pagi di Pusat Pemerintah Kota Tangerang. Kami berkumpul jam 3, disebabkan salah satu rekan kami, Roi, sudah standby di Puspem (akronim dari Pusat Pemerintah Kota Tangerang) dari pukul 12 malam. Kemudian kami melanjutkan ke Arimbi di Cikokol untuk naik bus ke Serang seharga Rp 25.000.


Sesampainya di Serang, kami turun di Indomaret Patung Serang (dekat Gerbang Tol Serang Timur), dan berkumpul dengan salah satu rekan yang menyusul dari Cikupa, Ma’rifat, seorang penulis blog travel juga (Buka blognya Ma'rifat DI SINI). Dan ternyata, dia lebih sampai duluan daripada kami berenam (Saya, Ojan, Roi, Ana, Dimas dan Kak Tia) yang dari Cikokol.



Di sekitaran Indomaret Patung Serang yang dekat dengan pasar, hanya sarapan beberapa menit saja, sambil membeli logistik seperti sayur-sayuran, telur, tepung dan lain sebagainya. Ojan dan Kak Tia yang membeli logistik-logistik tersebut, untuk kemudian dinikmati saat malam menjelang.

Seusai rehat dan membeli akomodasi, rombongan kecil ini lanjutkan perjalanan dengan menaiki angkot ke arah dermaga Karangantu untuk menyeberang ke pulau Tunda.


Nah, sesampainya di dermaga Karangantu, dan menaiki perahu penyeberangan dengan harga sekisar Rp35.000 per orangnya, kami menunggu muatan perahu terisi oleh rombongan lainnya. Dermaga ini airnya bersih, meskipun tidak bening, tapi sedikit sekali sampah yang dibuang sembarangan ke lautan. Jujur saja, saya selalu menganggap Serang adalah semrawut dan tidak sebersih di Tangerang (jika dibandingkan dengan Kota Tangerang, Gading Serpong, dan BSD yaaa), tetapi dermaga ini menampar opini saya tentang Serang. Karena saat ke pulau Untung Jawa dari Tangerang, dermaga Tangerang pun kotor dengan sampah berserakan, lebih bersih dermaga Karangantu ternyata.

Langsung saja di pelayaran menuju pulau Tunda. Estimasi pelayaran ini katanya sekitar 2 jam. Saya kurang mengetahui durasinya, karena saya mematikan gawai saya dan tidak bisa melihat jam kerberangkatan dan tiba. Selama pelayaran, Ojan memainkan gitarnya dan bernyanyi bersama rombongan Cikokol ini, dan rombongan lain di atas perahu. Melakukan hiburan bersama orang lain itu penting bagi kami, untuk menjalin sosial dan juga menghibur kegabutan selam 2 jam pelayaran dengan playlist yang random dari Ojan.



Hari sudah siang saat kami berlabuh di pulau Tunda. Kami langsung menuju Homestay Allay, untuk meletakkan barang-barang dan mengganti baju untuk persiapan snorkling di 2 spot sekitar pulau Tunda di hari pertama. Di Homestay Allay, ada warung yang menyediakan beberapa makanan dan minuman, kami beristirahat dan mengisi perut terlebih dahulu untuk snorkling yang menguras energi.

Waktunya snorkling tiba juga, kami menyelam dan berenang melihat-lihat biota laut, koral dan karang-karang yang cantik di dua spot yang jaraknya tidak saling berjauhan. Di sana, kami melihat ikan badut atau yang biasa dibilang ‘Ikan Nemo’ karena diadaptasi dari film Finding Nemo, tidak hanya Nemo bahkan Dory, temannya Nemo, juga banyak ditemukan. Keragaman spesies di dalamnya berwarna-warni. Ikan-ikan di sana ada yang ikan layang, bahkan ikan terbang kecil. Walaupun banyak plankton-plankton kecil yang menggigit dan membuat gatal badan-badan terutama di sekitar perahu, tidak menyurutkan niat kami bermain dengan makhluk-makhluk lucu di dalam air.



Ikan Badut di tempat kami menyelam, seperti biasa selalu berlindung di rambut-rambut kecil Anemon yang selalu menjaganya. Hubungan mutualisme antara Ikan Badut dan Anemon saling menguntungkan. Di saat ada yang menyerang Ikan Badut, ia akan selalu berlindung pada Anemon, hingga pada akhirnya Anemon-lah yang memakan pemangsa itu, sehingga Ikan Badut selamat dan Anemon kenyang. Selain itu, Ikan Badut sering membersihkan Anemon dari kotoran-kotoran seperti sisa makanannya yang merekat pada tentakelnya.


Sudahlah, kebanyakan informasi ilmiah bisa membuat artikel ini tidak menarik dibaca :D.

***

Lanjutnya, kami langsung kembali ke Pulau Tunda untuk bersiap istirahat di penginapan. Tapi tunggu dulu, penginapan kami bukanlah di homestay berbintang 1-5, penginapan kami adalah penginapan semilyar bintang. Kenapa? Karena kami mendirikan tenda di tepi pantai utara pulau Tunda yang sepi dan dilatarbelakangi laut dan hutan kecil.


Beginilah cara kami mengurangi budget berlebih, kami mendirikan tenda pada sekitar 5 sore di tepi pantai saat surut. Kami mendirikan tenda dengan prediksi jarak air laut dan daratan saat air pasang nanti. Alasan pendirian tenda berada dekat permukaan air karena memang jarak air laut ke rerumputan dan hutan tidak begitu luas, dan kami akan memberikan sinyal cahaya kepada rekan kami yang melaut untuk berburu ikan dengan perahu (walaupun tidak ada yang datang karena rekan-rekan dari Homestay Allay ketiduran). Kami mendirikan dua tenda dan satu terpal di depan tenda untuk antisipasi hujan dan panas ketika siang.



Untuk mengatasi lapar, kami memasak sayur dan lauk yang telah dibeli di pasar. Kami memasak nasi, pancake, sayur kangkung, teri, dan air panas untuk kopi. Persediaan minum kami dari Galon yang kami beli di Homestay Allay dan diantarkan dengan motor yang kami minta untuk mengantarkannya. Karena cuaca yang dingin, kami memasak sangat lama menggunakan kompor kemah dan nasting selama empat jam (dan sudah empat kali permukaan air naik).


Kami bertujuh akhirnya makan bersama secara liwetan di dalam salah satu tenda, karena gerimis ringan. Namun saat kami selesai makan, langit kembali cerah, seolah gerimis tadi menyuruh kami segera makan di dalam tenda.

Malam itu, sebelum kami terlelap, kami membuat api unggun, dan bernyanyi dengan alunan gitar yang dimainkan Ojan, sembari menunggu Allay dan kawan-kawanya membawakan ikan. Namun ternyata Allay tidak datang hingga akhirnya kami tertidur. Saya, Ojan, Dimas, Ana, dan Roi tidur di luar, di bawah bintang-bintang yang muncul kembali setelah awan mendung menutup cantiknya.

***
Pagi harinya, kami mengambil perlatan snorkling di Homestay Allay untuk Snorkling di laut utara pulau Tunda. Walaupun perahu akan membawa rombongan lain untuk ke sana, kami memilih berjalan kaki untuk berenang dan bersnorkling dari lokasi Tenda.


Perahu yang berisikan rombongan lain tiba di dekat Jembatan Galau yang sangat indah saat sunrise dan sunset. Kami yang jaraknya ratusan meter dari Jembatan Galau, harus berenang ke sana sembari melihat biota laut yang lebih indah dan tak bisa dilihat oleh rombongan lain. Namun sayangnya, Kak Tia yang memiliki action cam lupa membawanya dan tertinggal di dalam tenda. Mengikuti rombongan lain, kami berbaur di lokasi tersebut, di sana juga terdapat batu bertuliskan “Wisata Pulau Tunda Banten” di dasar laut.

Sayang sekali, kami lupa membawa alat pendokumentasian. Padahal di spot tersebut lebih banyak ikan badutnya dan lebih banyak ikan-ikan warna-warni lainnya.

***

Pukul 12 siang, kami akhirnya kembali ke Homestay Allay setelah makan di tempat kemah, dan merapikan barang. Rombongan lainnya telah stand by di perahu menunggu, sedangkan rombongan Backpacker Tangerang yang gembel-gembel ini baru mandi di penginapan Allay dan rehat sembari merokok.


Maka kami melanjutkan perahu untuk kembali ke dermaga Karangantu, Serang. Tetapi sebelum pulang, perahu yang membawa tiga rombongan ini singgah di pulau Empat untuk berswafoto. Pulau ini dipenuhi gazebo-gazebo yang seharusnya dinikmati saat sore untuk makan-makan dan menikmati senja sembari mengopi, karena ada kafe dan warung makan yang saat kami tiba di siang yang belum buka.

Tidak berlama-lama, akhirnya kami kembali ke perahu untuk pulang ke dermaga Karangantu, Serang, untuk kembali ke rumah masing-masing.

You May Also Like

0 komentar